Perhatian !

Tulisan yang anda lihat sekarang ini, adalah kumpulan dari laporan tugas serta laporan praktikum dan lain hal yang telah penulis publikasikan.

Silahkan mengutip dan mengambil informasi dari tulisan ini, dengan memastikan sumber dan sitasinya diikutsertakan dalam penggunaan tulisan ini.

Kesalahan serta penyalahgunaan isi tidak ditanggung kami.
Terimakasih.Hormat kami
Indonesia Ocean Defender

(marine reporter)

Minggu, 21 Desember 2008

Tugas Avertebrata

I.Kata Pengantar

Syukur Alahmdulillah kami haturkan kehadirat Allah Ta’ala atas ridho dan petunjuk-Nya, kekuatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas denagn judul : Kopepoda
Kami menyadari betul bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharap kritik saran dan masukan yang sifatnya membangun demi kesumpurnaan tugas ini. Harapan kami semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kami serta pembaca


I.Pendahuluan
Kopepoda adalah grup crustacea kecil yang dapat ditemui di laut dan hampir di semua habitat air tawar dan mereka membentuk sumber terbesar protein di samudra. Banyak spesies adalah plankton, tetapi banyak juga spesies benthos dan beberapa spesies kontinental dapat hidup di habitat limno-terestrial dan lainnya di tempat terestrial basah, seperti rawa-rawa
II.Protein Pada Kopepoda
Kopepoda adalah kelompok zooplankton yang merupakan komponen penting dalam rantai makanan dalam suatu ekosistem perairan. Dalam industri pembenihan ikan laut dewasa ini, kopepoda mulai banyak dimanfaatkan sebagai pakan alami. Tipe gerakannya yang zigzag, meluncur pendek atau patah patah, maka secara visual kopepoda banyak menarik perhatian berbagai jenis ikan dari pada ke rotifer. Kopepoda cocok bagi makanan larva ikan karena disamping mempunyai nilai nutrisi yang tinggi juga mempunyai ukuran tubuh yang bervariasi sehingga sesuai dengan berbagai tingkat perkembangan larva ikan
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa kopepoda dapat meningkatkan pertumbuhan yang lebih cepat terhadap larva ikan laut dibandingkan dengan Brachionus plicatilis dan Artemia. Menurut WATANABE et al. (1983) serta ALTAFF and CHANDRAN (1989), kopepoda kaya akan protein, lemak, asam amino esensial yang dapat meningkatkan daya reproduksi induk, mempercepat pertumbuhan, meningkatkan daya tahan tubuh serta mencerahkan warna pada udang dan ikan. Keunggulan kopepoda juga telah diakui oleh beberapa peneliti lain, karena kandungan DHAnya yang tinggi, kopepoda dapat menyokong perkembangan mata dan meningkatkan derajat kelulushidupan yang lebih baik bagi larva
DHA (Docosahexaenoic acid), salah satu jenis asam lemak tak jenuh (HUFA=Highly Unsaturated Fatty Acid) yang merupakan asam lemak esensial bagi larva ikan laut. Larva ikan yang diberi pakan kopepoda mempunyai derajat kelulushidupan yang lebih tinggi serta pertumbuhan yang lebih cepat dari pada larva ikan yang hanya diberi makan rotifera saja. Kopepoda juga mempunyai kandungan lemak polar yang lebih tinggi dibandingkan dengan Artemia sehingga dapat menghasilkan pigmentasi yang lebih baik bagi larva ikan

III. Timbulnya penyakit yang disebabkan oleh kopepoda jenis Argulus sp.

Kopepoda adalah golongan udang renik yang sering menyerang tubuh ikan bagian luar dan insang. Parasit ini dapat hidup di air tawar maupun air asin dan sangat sulit dikontrol. Anggota kopepoda yang bukan parasit sering berperan sebagi inang perantara dari parasit cacing. Banyak parasit Kopepoda yang menembus daging ikan tanpa dapat dicegah oleh perlakuan kimia. Parasit ini mempunyai siklus hidup yang rumit
Argulus sp. adalah sejenis udang renik yang termasuk ke dalam famili Argulidae dan merupakan ektoparasit. Organisme ini mem­punyai bentuk tubuh bulat pipih seperti kutu, sehingga sering disebut kutu ikan (fish louse). Tubuhnya dilengkapi dengan alat yang dapat digunakan untuk mengaitkan tubuhnya pada insang dan mengisap sari makanan.
Serangan parasit ini umumnya tidak menimbulkan kematian pada ikan sebab ia hanya mengisap darahnya saja sehingga ikan menjadi kurus. Luka bekas alat pengisap ini merupakan bagian yang mudah iserang oleh bakteri atau jamur. Infeksi sekunder inilah yang bisa menyebabkan kematian ikan secara massal
Ciri-ciri ikan yang terserang argulus adalah tubuhnya terlihat menjadi kurus bahkan sangat lemah karena kekurangan darah. Bekas serangannya dapat terlihat berwarna kemerah-merahan, karena terjadi pendarahan. Jika terjadi serangan secara besar-besaran, maka Argulus sp.akan terlihat membentuk koloni di sekitar sirip dan insang









Argulus sp. Dilihat dari bawah Argulus sp. Dilihat dari atas
IV.Penutup

Pada tugas ini kita dapat menyimpulkan, bahwasannya kopepoda selain mempunyai keuntungan yang diduga bahkan sudah dibuktikan memilki kandungan proteinb melebihi protein yang terkandung dalam artemia, juga dapat menjadi pearsit yang bisa dikatan merugikan yaitu yang terjadi pada ikan.

V.Daftar pustaka

ALTAFF, K and M. R. CHANDRAN 1989. Sex related biochemical investigation of the diaptomid Heliodiaptomus viduus (Gurney) (Crustacea: Copepoda). Proc. Indian Sci. Acad. (Animal Sci.). 98 : 175-179.
AMAN, S. and K. ALTAFF 2004. Biochemical profile of Heliodiaptomus viduus, Sinodiaptomus (Rhinediaptomus) indicus, and Mesocyclops aspericornis and their dietary evaluation for postlarvae of Macrobrachium rosenbergii. Zoological Studies 43 (2) : 267-275.
LAVENS, P. and P. SORGELOS 1996. Manual on the production and use of live food for aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. No. 301: 295 pp.
KUHLMANN, D., G. QUANTATZ and U. WITT 1981. Rearing of turbot larva (Scopthalmus maximus) on cultured food organisms and postmetamorphosis growth on natural and artificial food. Aquaculture 23 : 183-196.
SHIELDS, R. J., J.G.BELL., F.S.LUIZI., B.GARA., N.R. BROMAGE and J.R. SARGENT 1999. Natural copepods are superior to enriched Artemia nauplii as feed for Halibut larvae (Hippoglossus hippoglossus) in term of survival, pigmentation and retinal morphology; relation to dietary essential fatty acids. Journal of nutrition 129 : 1186-1194.
WATANABE, T., C. KITAJIMA., S. FUJITA 1983. Nutrional value of live organisms used in Japan for mass propagation of fish: a review. Aquaculture 34 : 115-143.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar